Baturaja, MP-POLRI
– KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka usai kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di OKU, Sumatera Selatan.
“Tadi pagi dilakukan proses ekspose. Bedasarkan hasil ekspose telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, minggu, 16 Maret 2025.
Konstruksi perkara di Kabupaten OKU ini yakni anggota DPRD menitipkan pokok pikiran (pokir) ke Dinas PUPR sebagai imbalan agar pembahasan RAPBD Kabupaten OKU tahun 2025 disahkan.
“Jadi agar RAPBD 2025 dapat disahkan perwakilan DPRD menemui Pemda dan meminta jatah pokir,” kata Setyo.
Enam tersangka ditetapkan KPK itu terbagi menjadi dua kategori, yakni pihak penerima dan pihak pemberi. Diantara keenam tersangka yang ditetapkan KPK terdapat dua saudara kandung Nopriansyah selaku Kepala Dinas PU PR OKU dan Fahrudin oknum.anggota DPRD OKU.
“Penyidik selanjutnya melakukan penahanan selama 20 hari terhitung 16 maret hingga 4 April 2025 kepada para tersangka,” kata Setyo.
Kamis 20 Maret 2025,Diduga Kepala Dinas Pendidikan OKU Dinilai Lebih Rakus Dari Dua Saudara Kandungnya Yang Telah Terjaring OTT KPK, Nopriansyah Kadin PU PR dan pahrudin Oknum Anggota DPRD OKU. elemen masyarakat Front Perlawanan Rakyat Kabupaten Ogan Komering Ulu lakukan aksi di Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Topan Indra Fauzi oknum Kepala Dinas Pendidikan dituding oleh Masyarakat selama dirinya menjabat, tak jarang diduga melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan serta tidak menjaga marwahnya dunia pendidikan. Dirinya diduga selama ini sangat rakus dan tidak ada rasa malu,selalu ingin mencari keuntungan pribadi dalam kegiatan ataupun berkaitan dengan kebijakan nya.
Aksi yang tergabung dalam Front Perlawanan Rakyat Kabupaten OKU yang membawa 16 tuntutan terkait dugaan korupsi, jual beli jabatan, hingga pemotongan hak guru dan sekolah yang diduga dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten OKU Topan Indra Fauzi yang tidak hadir dalam aksi tersebut.
Perwakilan massa akhirnya diterima oleh Sekretaris Dinas Pendidikan OKU yang didampingi beberapa kepala bidang.
Dalam orasinya, massa menyoroti dugaan adanya jual beli jabatan kepala sekolah dan mutasi pegawai dengan harga tertentu. Selain itu, mereka juga menuding adanya praktik penempatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas, bukan berdasarkan seleksi yang transparan.
Tak hanya itu, massa juga menuding adanya pungutan liar berkedok sumbangan yang dibebankan kepada kepala sekolah melalui forum-forum tertentu. “Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Praktik Sistem Ganda (PSG) pun diduga diselewengkan dengan dalih membantu aparat penegak hukum,” ujar salah satu orator.
Menurut mereka, istilah “bantuan untuk timbangan” dan “bantuan untuk gajah putih” diduga digunakan untuk menyamarkan aliran dana ke pihak tertentu. Massa meminta agar Kejaksaan dan Kepolisian mengusut tuntas kasus ini.
Seorang perwakilan guru yang turut hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan keresahannya terkait praktik pemotongan dana sertifikasi guru. “Kami sudah bekerja keras untuk mendapatkan sertifikasi, tapi dana kami dipotong tanpa alasan tak yang jelas. Ini tidak adil,” ujarnya.
“saya juga sebagai guru P3K berdasarkan SK Bulan Juni 2023 sampai saat ini Maret 2025 belum pernah menerima TPP dan Dana Fungsional yang di terima melalui rekening tidak pernah utuh sebagaimana mestinya,dan lebih ironisnya lagi.saat ini banyak terdapat guru tidak bisa menerima Dana sertifikasi dengan alasan data di Diknas dan Data Dari Kementerian tidak sinkron,kami berharap untuk di audit atau di lakukan penyelidikan terkait dana TPP belum pernah kami terima dan dana fungsional yang tidak pernah utuh masuk ke rekening gaji kami,serta mohon segera lakukan penyelidikan mengapa dana sertifikasi belum bisa kami dapatkan dengan alasan data tidak sinkron” jelas guru P3K.
Dugaan adanya pemaksaan kebijakan kepada kepala sekolah juga disuarakan. Beberapa kepala sekolah dikabarkan diancam akan dimutasi atau dicopot jika tidak mengikuti kebijakan Kepala Dinas. “Kami ingin pendidikan di OKU bersih dari praktik seperti ini. Guru harus bekerja dengan nyaman, bukan di bawah tekanan,” lanjut perwakilan guru tersebut.
Di antara tuntutan yang paling disoroti adalah dugaan pungutan liar dalam penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah favorit. Massa mendesak agar sistem penerimaan siswa dilakukan secara transparan dan bebas dari praktik jual beli kursi.
(MPP-Alfajri)