Bangka Barat, MP-POLRI
– Sistem pembayaran asuransi kecelakaan yang otomatis dikenakan saat membayar pajak kendaraan kini mulai dipertanyakan. Masyarakat, khususnya para korban kecelakaan dan keluarga mereka, merasa bahwa kebijakan ini tidak adil jika pada akhirnya santunan sulit atau bahkan tidak bisa diklaim dengan alasan yang tidak jelas.
Kritik ini mencuat setelah kasus Hari Saputra (17), korban kecelakaan lalu lintas di Ujung Untai, Sinar Surya, Tempilang, yang hingga kini belum mendapatkan hak santunan dari Jasa Raharja. Kasus ini semakin menuai perhatian karena keluarga korban sudah menunggu lebih dari lima bulan, tetapi belum juga ada kejelasan mengenai pencairan santunan.
Asuransi Kecelakaan, Wajib Bayar Tapi Tidak Selalu Bisa Diklaim?
Selama ini, setiap pemilik kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, diwajibkan untuk membayar premi asuransi kecelakaan saat membayar pajak kendaraan. Namun, dalam praktiknya, tidak semua korban kecelakaan dapat mengklaim santunan tersebut.
“Kalau memang kami sudah membayar asuransi saat membayar pajak, kenapa saat butuh justru dipersulit? Bahkan, korban yang jelas-jelas ditabrak pun bisa kehilangan haknya dengan alasan yang tidak jelas. Kalau begini, lebih baik sistem asuransi kecelakaan ini dibuat opsional saja, bukan wajib,” ujar Agus, ayah dari korban Hari Saputra.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa tidak ada transparansi yang jelas dalam penolakan klaim santunan. Dalam kasus Hari Saputra, alasan yang digunakan adalah korban disebut dalam kondisi mabuk, padahal tidak ada bukti visum resmi yang menyatakan hal tersebut.
– Usulan: Jadikan Asuransi Kecelakaan Opsional bagi Wajib Pajak
Melihat situasi ini, masyarakat mulai mengusulkan agar asuransi kecelakaan yang selama ini otomatis dibayarkan saat membayar pajak kendaraan dijadikan bersifat opsional.
> “Biarkan pemilik kendaraan sendiri yang memutuskan apakah mereka ingin membayar premi asuransi kecelakaan atau tidak. Jangan dipaksakan jika ternyata saat dibutuhkan, pencairannya justru sulit,” ujar salah satu warga yang juga pemilik kendaraan bermotor.
Selama ini, biaya premi asuransi sudah dicetak di notice pajak kendaraan, sehingga pemilik kendaraan tidak punya pilihan selain membayar. Namun, dalam banyak kasus, masyarakat merasa bahwa hak mereka sebagai korban kecelakaan sering kali diabaikan atau ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal.
Jika pemerintah tetap ingin memberlakukan sistem ini, harus ada transparansi dan jaminan bahwa setiap korban kecelakaan yang berhak mendapatkan santunan benar-benar bisa mencairkannya tanpa diskriminasi.
– Masyarakat Minta Evaluasi Kebijakan dan Transparansi dalam Klaim Asuransi
Dengan banyaknya kasus klaim santunan yang dipersulit, masyarakat meminta agar pemerintah dan instansi terkait mengevaluasi kembali sistem asuransi kecelakaan yang diterapkan saat pembayaran pajak kendaraan.
> “Kalau semua korban kecelakaan memang dijamin mendapatkan santunan tanpa dipersulit, maka sistem ini tidak masalah. Tapi kalau ternyata banyak korban yang ditolak dengan alasan yang dibuat-buat, maka ini perlu dievaluasi,” tambah seorang warga yang juga pernah mengalami kesulitan dalam mengklaim santunan kecelakaan.
Hingga saat ini, Jasa Raharja dan instansi terkait masih bungkam terkait kritikan ini. Namun, masyarakat berharap agar ada perubahan kebijakan yang lebih transparan dan adil bagi seluruh korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia.
– Mohon Perhatian Kapolda Babel
Dalam kasus ini, keluarga korban juga meminta Kapolda Kepulauan Bangka Belitung untuk turun tangan dan memberikan perhatian terhadap permasalahan ini.
> “Kami sangat berharap Bapak Kapolda Bangka Belitung bisa memberikan perhatian dan membantu kami mendapatkan keadilan. Jangan sampai hak anak saya sebagai korban kecelakaan hilang begitu saja,” tegas Agus.
Jurnalis Media Purna Polri akan terus mengikuti perkembangan isu ini dan menyoroti transparansi serta keadilan dalam sistem santunan kecelakaan yang selama ini diberlakukan.
(Jurnalis Media Purna Polri)