MEDIA PURNA POLRI,SIDOARJO- Dalam persidangan kasus pidana pasal 351 ayat 1, antara terdakwa UH dan pelapor MD, keduanya adalah warga Desa Kedung Sukodani, Kecamatan Balong Bendo, Kabupaten Sidoarjo.
Saat pihak Jaksa Penuntut Umum (MRS) menghadirkan Saksi Verbal Lisan atau Saksi Penyidik dari Kepolisian, Senin (20/1/2020), terungkap adanya kejanggalan dalam proses penyelidikan dan penyidikan di Polsek Balong Bendo.

Penyidik (AS) dalam surat panggilannya yang pertama kali sudah langsung menetapkan UH sebagai Tersangka, padahal dalam surat itu disebutkan dalam rangka penyelidikan.

Karena sudah ditemukan alat bukti yang cukup, alasan penyidik ketika ditanya Kuasa Hukum Terdakwa di dalam persidangan.

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam Bab I Pasal 1, Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Sedangkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Dan pengertian tersangka sendiri adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah didukung barang bukti patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Jadi terkesan aneh (kalau tak boleh dikatakan ‘sakti’) ketika proses penyelidikan masih akan dimulai, tapi sudah ada penyidik, bahkan sudah mampu menetapkan tersangkanya.

Seandainya penyidik KPK juga mempunyai kemampuan seperti ini, rasanya KPK tidak perlu melakukan penyadapan dan operasi tangkap tangan.

Seperti menyadari kesalahannya, saksi verbal lisan saat ditanya oleh kuasa hukum terdakwa mengatakan, untuk mendatangkan terdakwa yang saat itu masih sebagai tersangka, dirinya cukup menggunakan telepon seluler melalui aplikasi Whatsapp.Hanya sekali yang pertama. Selebihnya melalui telepon, ungkapnya.

Ini hebat, karena penyidik AS dalam kerjanya sudah menggunakan kecanggihan teknologi online atau paperless (tanpa kertas). Bahkan sampai tindakan penahanan, tanpa ada sehelai kertas pun surat yang diterima tersangka maupun keluarganya.

Inovasi ini patut diapresiasi meskipun hingga berita ini diturunkan, Media Purna Polri belum menemukan dasar hukum tentang model kerja penyidik AS tersebut.

Dihubungi terpisah, Advokat Hari Tjahyono dari Kantor Hukum Hammurabi mengatakan, tidak bisa Kepolisian menetapkan tersangka tanpa melalui proses terlebih dahulu.

“Di dalam hukum pidana ada asas praduga tak bersalah. Tidak bisa Kepolisian menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa melalui tahapan yang benar dan didasari bukti permulaan yang cukup serta memenuhi unsur,” tutur Hari melalui sambungan telepon selulernya.

Lebih jauh, Hari menyarankan kuasa hukum terdakwa untuk melaporkan siapa saja yang terindikasi ada permainan atau melampaui kewenangannya.

“Sekarang serba terbuka, suruh PH terdakwa untuk melaporkan. Kalau Polisi ya ke Propam. Kalau Jaksa ke pengawas Kejaksaan. Kalau Hakim ke KY (Komisi Yudisial). Pasti direspon,” Saran Hari.(Im/Ian)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan tulis komen anda!
Masukkan nama anda disini