Oleh : Onesius Gaho, S.H.
(Advokat & Vice President OA Peradan)
MEDIA PURNA POLRI- Di tengah perjuangan para penegak hukum untuk saling menghormati sebagai profesi yang kedudukannya sama dihadapan hukum namun diciderai oleh pengacara yang mengambil tindakan memukul seorang Hakim di muka persidangan.
Siapa yang mengira pada tanggal 18 juli 2019 ketika Majelis Hakim dalam proses membacakan putusan kemudian pada proses pembacaan putusan tersebut kuasa Penggugat (pengacara) yang berinisial D melangkah kedepan Majelis Hakim dan langsung menyerang Majelis dengan menggunakan ikat pinggang.
Seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya para pemerhati hukum serta para praktisi hukum sangat menyayangkan peristiwa tersebut karena tidak hanya merendahkan marwah dari nilai lembaga peradilan tetapi juga mencoreng nama baik dari Organisasi Advokat.
APAKAH TINDAKAN PELAKU MASUK RANAH PIDANA?
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dijelaskan bahwa subjek hukum pidana ada dua yaitu : natuurlijke person (orang) dan badan hukum, itulah sebabnya dalam beberapa pasal diawali dengan barangsiapa (hij). Untuk mengatakan seseorang melakukan tindak pidana maka harus memenuhi dua unsur yaitu ada Perbuatan dan Kesalahan. Kesalahan tersebut merupakan perbuatan yang mampu dipertanggungjawabkan dan dilakukan dengan sengaja serta dilakukan dengan melawan hukum.
Dalam teori hukum pidana dikenal satu asas yang sangat mendasar yaitu keine strafe ohne schuld atau geen straft zonder schuld yang artinya tiada pidana tanpa kesalahan. Kesalahan merupakan fondasi dari pertanggungjawaban pidana.
Namun demikian tidak semua perbuatan yang timbul dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Ada beberapa point suatu perbuatan bukan merupakan tindak pidana yaitu apabila perbuatan tersebut dilakukan karena adanya OVERMACHT, Pembelaan yang terpaksa, Untuk melaksanakan perintah jabatan dan karena melaksanakan perintah Undang-Undang.
Dalam konteks kasus ini maka penulis dapat memberikan pendapat hukum bahwa pelaku masuk dalam subjek hukum pidana sebagai natuurlijke person (orang) kemudian perbuatan pelaku memenuhi unsur perbuatan dan kesalahan serta dilakukan dengan melawan hukum artinya bahwa perbuatan itu dilakukan bukan karena ada kealpaan dan bukan pula dilakukan karena OVERMACHT, Pembelaan yang terpaksa, Untuk melaksanakan perintah jabatan dan atau karena melaksanakan perintah Undang-Undang.
APAKAH TINDAKAN PELAKU MASUK DALAM KATEGORI CONTEMPT OF COURT?
Contempt of court adalah setiap perbuatan, tingkah laku, sikap dan ucapan yang dapat merendahkan, martabat, kewibawaan dan tidak menghargai atau menghormati badan peradilan. Di dalam sebuah artikel yang berjudul Mahkamah Agung Idamkan undang-undang Contempt of court dikatakan bahwa dalam hasil rapat kerja nasional MA pada tahun 2012 MA sebagai induk dari institusi pengadilan di NKRI mengiginkan agar adanya UU Contempt of court.
Ridwan Mansyur sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas MA mengatakan bahwa Contempt of court menjadi ancaman serius bagi jajaran pengadilan dan perlu ada jaminan kemanan bagi para HAKIM di persidangan oleh pihak Kepolisian. Menurut hemat penulis, dengan peristiwa ini dapat menjadi penggerak dan atau menjadi dasar lahirnya Undang-Undang Contempt Of Court.
Dalam bukunya hal 17, Advokat sekaligus sebagai pemimpin salah satu Organisasi Advokat (PERADI) Luhut M.P. Pangaribuan mengatakan bahwa Contempt of court klasifikasinya bisa bersifat langsung atau tidak langsung, bersifat pidana dan perdata tergantung pada peristiwanya. Kemudian pada halaman 20, Beliau mengatakan bahwa dalam konteks ada perilaku langsung atau tidak langsung bersifat pidana, perdata, siapa saja yang dalam mengikuti persidangan bersikap telah merendahkan,merusak, melecehkan wibawa pengadilan maka Hakim yang telah demikian besar kekuasaanya diberikan oleh KUHP dan KUHAP tidak lagi memerlukan kewenangan tambahan.
PERBUATAN MASUK DALAM KATEGORI PENGHINAAN TERHADAP PENGADILAN
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa pasal yang dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan yakni :
Pasal 207 KUHP
Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 217 KUHP
Barang siapa menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan atau di tempat di mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum, dan tidak pergi sesudah diperintah oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
ORGANISASI ADVOKAT HARUS TEGAS
Sebagai Organisasi Advokat yang mewadahi para anggotanya harus dengan tegas menindak para anggotanya yang bertindak tidak sesuai dengan kode etik profesi dan melanggar ketentuan UU.
Dalam pasal 6 ayat 3 dan 6 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ditegaskan bahwa Seorang advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan sebagai berikut ;
Pasal 6 ayat 3 : bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan
Pasal 6 ayat 6 ditegaskan bahwa Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan melanggar sumpah/janji Advokat/ atau kode etik profesi Advokat.
Dengan demikian sesungguhnya tidak ada alasan bagi OA untuk tegas dan menindaklanjuti persoalan ini sebab selain menghina marwah peradilan tetapi juga merusak nama baik Organisasi Advokat. Namun demikian, pertanyaanya adalah Apakah OA akan tegas dalam hal ini atau akan memilih diam seribu bahasa.
TANTANGAN BAGI ORGANISASI ADVOKAT
Organisasi Advokat adalah sebuah wadah profesi advokat yang didirikan dengan tujuan meningkatkan kualitas profesi advokat. Sebagai wadah tentunya baik secara langsung maupun secara tidak langsung bertanggung jawab untuk membina anggotanya sehingga bertindak sesuai dengan etika profesi dan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku khususnya Undang Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Menurut hemat penulis, bahwa setiap tindakan para Advokat harusnya memcerminkan Organisasi Advokat itu sendiri. Dalam pasal 1 ayat 1, Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat ditegaskan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Seperti diketahui sejak dikeluarkanya SEMA No. 73 tahun 2015 maka jumlah Organisasi Advokat di Indonesia kurang lebih 21 Organisasi Advokat diantaranya OA Peradi (peradi pecah 3 OA), OA KAI, OA PERADIN, OA PERADAN dan seterusnya.
Banyaknya OA saat ini menjadi tantangan yang positif kedepan untuk lebih mewadahi dan sekaligus membina Advokat yang bernaung di masing- masing Organisasi Advokat tersebut.
Menurut hemat penulis, Julukan Advokat sebagai profesi Nobile Officium (profesi mulia) akan lebih tercermin apabila banyaknya OA saat ini dapat dimanfaatkan untuk mempermudah membina dan mengawasi para Advokat dalam melaksanakan profesinya sesuai dengan kode etik dan UU yang berlaku.
Dengan demikian, kita harapkan tidak ada lagi pengacara serupa yang memukul Hakim di muka persidangan.
Akhir kalimat, penulis mau mengigatkan kawan-kawan penegak hukum terhadap kata bijak berikut :
Bagaimana rakyat bisa percaya hukum, jika sang penegak yang justru melanggar hukum. (Najwa Shihab/Team)