MEDIA PURNA POLRI,JAKARTA- Pengurus DPW PAN DKI diduga tidak punya itikad baik dalam membantu penyelesaian kasus sengketa lahan Kantor PAN DKI di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Ketua DPW PAN DKI Jakarta Ketua Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio diketahui sudah empat kali mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi.
Amstrong menjelaskan, awal pemanggilan pertama saksi terlapor (eko.red) pada tanggal 24 september 2018 namun mangkir, lanjut tanggal 02 oktober saksi terlapor masih mangkir, malah yang datang hanya terlapor, lanjut panggilan ke tiga pada tanggal 09 oktober, saksi terlapor mangkir kembali dan yang datang hanya saksi korban beserta kuasa hukumnya untuk dimintai keterangan tambahan oleh penyidik, Tegasnya.
Pada tanggal 16 oktober, saksi terlapor (eko.red) kembali mangkir dari panggilan penyidik untuk ke empat kalinya, Tandasnya.
“Jadi jelas sudah empat kali Eko patrio sebagai saksi tidak datang memenuhi panggilan saksi. Sementara saksi terlapor, Eko Patrio (Ketua DPW PAN DKI) dan Puspa Sari Putri Utami sebagai penyewa sebagaimana didalam akta sewa menyewa juga belum datang memenuhi panggilan penyidik. Selasa pekan depan, tanggal 23 oktober 2018, apakah yang bersangkutan akan datang? Kita lihat nanti, ” Ujar kuasa hukum Haryanti Sutanto, JJ Amstrong Sembiring di Jakarta, Senin (22/10).
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung di tingkat Peninjauan Kembali dimana Soerjani sebagai Pemohon PK ditolak seluruh dalil-dalil permohonannya (kalah) di mana salah satu amar putusan tsb bahwa Akta Hibah No 18 tahun 2011 tertanggal 9 mei 2011 dikesampingkan. Akta hibah tersebut sebagai dasar membalikkan nama sertifikat ibunya Soeprapti ke nama dirinya Soerjani dengan dasar akta persetujuan dan kuasa no 6, 7, 8 dan 9 dimana akta persetujuan dan kuasa tersebut yang dibuat di bulan April 2018.
Lanjut Amstrong, sejak putusan PK sertifikat atas nama Soerjani Sutanto tidak lagi mempunyai kekuatan hukum (daya legitimasi hukum sudah tidak ada) dan seharusnya Soerjani menunggu putusan PK terlebih dahulu, ya emang dasar tamak serakah dan jika pun dikabulkan PK-nya ya silahkan kita juga akan mematuhi karena Indonesia sebagai Negara hukum tapi kan Soerjani Sutanto bersama kuasa sèmua dalil-dalilnya di tolak semua bahkan permohonan PK tersebut hakim Mahkamah Agung ditingkat PK berpendapat bahwa permohonan tersebut tidak dibenarkan, sehingga Amstrong melaporkan hal tersebut ke Polda Metro Jaya dengan pasal 372 (Penggelapan) terkait dengan bangunan yang telah disewa dan dikuasai secara fisik oleh Soerjani selama dari tahun 2013 sampai dengan 2018 secara sepihak. Tahun 2016 sampai dengan 2018 disewakan untuk kantor Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW PAN) DKI Jakarta selama dua tahun.
Sebelumnya, Amstrong telah menggugat harta waris tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Mahkamah Agung di tingkat Kasasi dan Mahkamah Agung di tingkat PK. Di tingkat PK dimenangkan pihak Haryanti Sutanto.
Amstrong sangat menyayangkan kinerja aparat penegak hukum menjadi terkatung-katung laporannya di Polda karena tidak ada kepastian hukum.
Bahwa fakta kenyataan Penyidik Polda Metro Jaya dalam perkara ini (LP/4417/VIII/2018/PMJ/Dit. Reskrimum) tidak sungguh-sungguh menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemanggilan terhadap saksi yang bernama Eko Hendro Purnomo alias Eko selaku Ketua DPW PAN DKI Jakarta,” Tegas Amstrong.
Amstrong menjelaskan, adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur di dalam Pasal 224 ayat 1 KUHP. “Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Eko Patrio bisa dipidana,” Tandasnya.
(Willy)