Media Purna Polri, Jakarta – Sidang perkara pembobolan 7 Bank kembali digelar  (08/02/2018) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara , dalam persidangan  Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengganti Theodora menghadirkan dua orang saksi, Ika Despitasari Bank QNB dan M.Tagar Nugraha dari Bank BNI.

Dalam keteranganya saksi  M.Tagar Nugraha selaku divisi Sentra Kredit Menengah (SKM) sejak tiga tahun lalu, terdakwa mengajukan kredit dengan jumlah seluruhnya Rp.148 milyar dari beberapa pengajuan kredit Desember 2016 lalu. Dengan syarat yang diajukan berupa Purchase Order dan agunan berupa tanah dan bangunan, dengan jangka waktu 1 tahun bisa diperpanjang.

Setelah sekian lama  ternyata diketahui dokumen PO yang diajukan terdakwa palsu (fiktif) bukan itu saja jaminan berupa tanah dan bangunan itu juga sudah dijual.Kemudian terdakwa mengajukan Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di PN Jakarta Pusat. Kemudian perusahan milik terdakwa di  pailitkan oleh debitur . Terdakwa menyangkal keterangan saksi menurutnya tidak Rp.148 milyar namun Rp 172 milyar.

Saksi Tarigan salah satu legal Bank QNB diluar persidangan mengatakan ” PKPU terdakwa telah selesai dan terima untuk itu telah dilakukan mediasi dan tidak menemukan titik temu dan demi hukum otomatis perusahaan telah pailit ” ungkapnya.

Dodong selaku ketua majelis hakim meminta kepada JPU Jaksa Penuntut Umum agar menghadirkan saksi yang benar-benar kopenten dan mengetahui serta penentu kebijakkan atau penentu keputusan tentang pemberian Kredit.

Pada persidangan sebelumnya JPU Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi Ismail Kady dari Bank Mandiri selaku Comercial Banking Head cabang Jakarta Kelapa Gading, terungkap bahwa terdakwa mempailitkan diri setelah berhasil mencairkan kredit kurang lebih Rp 150 miliar. Sementara dalam pengajuan kreditnya terdakwa sudah melalui proses yang benar dan tidak ada keganjilan tim dari Bank juga sudah melakukan survei namun pada kenyataanya Phurcase Order salah satu syarat pengajuan ternyata palsu. Terdakwa mengajukan permohonan kredit sekitar Februari dan dicairkan Maret 2015.

Persidangan kasus pembobol 7 Bank terdakwa Harry Suganda (44) yang berhasil meraup keuntungan Rp 836 miliar itu, diindikasikan akan di vonis onslag (ada perbuatan namun bukan pidana). Hal itu dikatakan salah satu korban di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (01/02/2018).

Hal itu juga berdasarkan keterangan Ketua Majelis Hakim Dodong ketika ditemui diruang kerjanya , kepada infobreakingnews Dodong mengatakan “terdakwa tidak ditahan di rutan karena apabila nanti tidak terbukti melakukan pidana akan repot lagi”.

Nama Harry Suganda belakangan sering disebut-sebut khususnya di lingkungan industri perbankan Tanah Air. Ketenaran Harry Suganda karena kepiawaianya dalam membobol dana tujuh bank senilai Rp 836 miliar bermodus penarikan kredit modal kerja berbekal dokumen purchase order (PO) fiktif, lewat perusahaan miliknya PT.Rockit Aldeway. Perusahaan ini merupakan produsen batu split.

Sumber dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri menyebut, dari total dana yang diraup  Harry, sebanyak Rp.398 miliar merupakan duit bank pelat merah, alian BUMN dan Rp.438 milik bank swasta.

Suasananya persidangan terdakwa Harry terkesan ada kerjasama yang baik dengan saksi dari pihak Bank Mandiri itu, pada saat sidang di skors  karena majelis hakim menunaikan sholat Ashar tiba-tiba terdakwa menghampiri saksi dan duduk disebelahnya entah apa yang di bisikan, hingga kemudian datang JPU melarang terdakwa duduk disebelah saksi.

Terdakwa memang mahir dalam melakukan aksinya, mencoba menyelamatkan dari jeratan hukum dengan mengajukan sidang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Dari data  yang diperoleh (dilansir dari media Kontan) korban kejahatan Harry berjumlah total 32 pihak, terdiri dari institusi dan perseorangan. Adapun tujuh bank yang menjadi korbannya adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Commonwealth, PT Bank Muamalat Tbk, HSBC Indonesia, PT Bank Ekonomi Raharja Tbk dan PT Bank QNB Kesawan Tbk.

Meskipun telah melakukan serangkaian kejahatan namun hebatnya sampai saat ini Harry masih bisa melenggang dengan bebas pasalnya para aparat hukum yang memeriksa perkara terdakwa sepakat tidak melakukan penahan rutan. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat terdakwa dengan pasal 378 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara waktu terdakwa dalam penyidikan- penyidik telah menahan terdakwa dan menjerat terdakwa dengan pasal berlapis yaitu pasal 48 ayat (2) tentan UU Perbankan, pasal 263 KUHP, pasal 378 KUHP dan pasal 3 dan 5 tentang tindak pindana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman 15 tahun penjara.

Persidangan yang menjadi perhatian kalangan media ini juga ditenggarai selalu mendapat pantauan dari pihak KPK yang selalu menyamar sebagai penonton bahkan menyamar seorang wartawan diareal gedung PN Jakarta Utara maklum perkara dengan jumlah uang haram yang sangat fantastis ini sejak awal ditingkat penyidikannya sudah beredar kabar bagi – bagi kue kesejumlah oknum, sehingga atas banyaknya laporan itulah pihak KPK menerjunkan beberapa spionase handalnya sambil menyadap sejumlah HP para pihak, guna menghasilkan OTT senyap disejumlah titik titik pertemuan calo perkara yang mulai terdeteksi termasuk yang melakukan pendekatan dengan aparat hukum. (Monty/Dewi).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan tulis komen anda!
Masukkan nama anda disini