Toboali Bangka Selatan, MP-POLRI
– 8 Februari 2025 – Setelah sebelumnya dengan lantang menyatakan tidak takut terhadap aparat penegak hukum (APH), pengelola tambang ilegal di Desa Gadung, Kecamatan Toboali, kini semakin berani. Tak hanya menantang hukum, mereka juga menghina media yang berupaya mengungkap fakta di lapangan.
Hari ini, sekitar pukul [jam sekian], seorang pria bernama Ganda, yang disebut-sebut sebagai rekan Asun dalam bisnis tambang ilegal, menelepon awak media dengan nada kasar dan penuh provokasi. Dalam rekaman panggilan WhatsApp yang diterima redaksi, Ganda membuka pembicaraan dengan sapaan menghina, “Hai, bangsat! Datang kalau mau duel, bawa pasukanmu!”
Tak berhenti di situ, Ganda bersama Asun bahkan semakin berani dengan menyatakan bahwa mereka tidak takut pada siapa pun, termasuk media. “Kalian pengemis! Sungguh hina kalian ini,” ujar Ganda dengan nada penuh pelecehan dalam rekaman yang berhasil didokumentasikan.
Arman Disebut Sebagai Pemilik Lahan yang Digunakan.
Dalam keterangannya sebelumnya, Asun mengaku bahwa lahan yang mereka garap telah dibayar fee-nya kepada Arman, yang disebut sebagai pemilik lahan. Hal ini semakin memperjelas bahwa aktivitas tambang ilegal ini berjalan dengan sistem yang terorganisir, di mana ada pihak yang mengklaim kepemilikan lahan dan menerima fee dari operasi tersebut.
Namun, hingga kini, belum ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak Arman terkait perannya dalam tambang ilegal ini. Fakta bahwa lahan ini diklaim telah “dibayar fee-nya” menunjukkan adanya dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam membiarkan eksploitasi tambang tanpa izin ini tetap berjalan.
Dari Penambang Ilegal Menjadi Premanisme Terbuka. Sikap arogan Ganda dan Asun semakin menegaskan bahwa tambang ilegal di Toboali bukan hanya beroperasi tanpa takut hukum, tetapi juga mulai menunjukkan praktik premanisme yang nyata. Setelah sebelumnya berani menyodorkan uang tunai Rp300 ribu kepada awak media untuk membungkam pemberitaan, kini mereka justru terang-terangan menantang duel dan melontarkan hinaan.
Tindakan ini bukan sekadar bentuk penghinaan terhadap jurnalis dan kebebasan pers, tetapi juga bukti bahwa praktik ilegal ini sudah berada dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Jika sebelumnya para pelaku masih mencoba meredam pemberitaan dengan iming-iming uang, kini mereka mulai menggunakan ancaman verbal dan pelecehan terbuka.
Di Mana Aparat? Mengapa Dibiarkan?
Muncul pertanyaan besar: Mengapa aparat masih diam? Mengapa kelompok ini bisa bertindak sebebas ini tanpa ada tindakan hukum?
Kasus ini bukan lagi sekadar tentang tambang ilegal. Ini sudah menyangkut penghinaan terhadap hukum, pelecehan terhadap media, dan indikasi kuat adanya keberanian berlebih dari para pelaku karena merasa tak tersentuh. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin ancaman terhadap media dan masyarakat akan meningkat lebih jauh.
Saat ini, rekaman bukti panggilan telepon dari Ganda sudah diamankan sebagai barang bukti. Masyarakat menunggu tindakan konkret dari aparat kepolisian dan pihak berwenang untuk segera menindak tegas pihak-pihak yang tidak hanya merusak lingkungan dengan tambang ilegal, tetapi juga berani melecehkan hukum dan kebebasan pers secara terang-terangan.
Jangan sampai publik berpikir bahwa hukum sudah kehilangan wibawanya di hadapan para pelaku kejahatan ini.
Jurnalis: MPP (Media Purna Polri)
Toboali, 8 Februari 2025