Bangka, MP-POLRI

– Aktivitas tambang pasir timah di kawasan Pemali, Kabupaten Bangka, kembali berjalan setelah sebelumnya sempat dihentikan. Namun, kabar beroperasinya kembali tambang ini memicu kekecewaan besar di kalangan masyarakat sekitar, terutama penambang kecil yang merasa tidak mendapatkan perlakuan adil dari penegak hukum.

Penambang kecil mengungkapkan keresahan atas ketimpangan penegakan hukum yang terjadi di lapangan. Di satu sisi, aktivitas tambang besar terus berlangsung meski diduga tanpa kelengkapan Surat Perintah Kerja (SPK). Di sisi lain, mereka yang berusaha mencari nafkah dengan tambang skala kecil kerap menjadi sasaran tindakan tegas aparat.

“Kami bekerja hanya untuk bertahan hidup. Namun, kenapa kami yang kecil ditekan, sementara mereka yang besar dibiarkan leluasa? Hukum seharusnya berlaku adil untuk semua,” ujar salah satu penambang kecil yang enggan disebutkan namanya.

Peran Para Tokoh dan Keluhan Masyarakat dan sejumlah nama seperti aji kat/Yoyok Bagas, Mang Pilew, Eed, dan ( AY ) muncul dalam dugaan keterlibatan aktif dalam memastikan tambang besar di kawasan tersebut tetap beroperasi (AY ) khususnya, diduga menjadi penyedia alat berat yang mendukung kelangsungan aktivitas tambang, meskipun legalitas operasinya masih diragukan.

“Alat-alat berat terus bekerja, sementara SPK belum jelas. Nama oknum inisial (AY) sering disebut sebagai tokoh di balik operasional alat berat di lokasi ini. Kami hanya bisa bertanya-tanya, di mana keberpihakan hukum kepada masyarakat kecil?” ujar seorang warga yang mengikuti perkembangan di lokasi tambang.

Masyarakat menilai langkah PT Timah dalam menghentikan operasi tambang sebelumnya hanyalah formalitas belaka. Dugaan kuat menyebutkan penghentian tersebut dilakukan untuk meredam kritik publik, tetapi kenyataannya tambang besar tetap berjalan tanpa pengawasan ketat.

Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum

Masyarakat kecil di sekitar lokasi tambang mendesak agar penegakan hukum dilakukan dengan transparan dan tegas, tanpa diskriminasi. Mereka merasa perlakuan hukum saat ini hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

“Kami tidak meminta keistimewaan, hanya keadilan. Jangan hanya menindak kami yang kecil, tapi biarkan yang besar terus melanggar aturan. Jika hukum hanya berpihak kepada yang kuat, ke mana lagi kami harus mengadu?” ungkap seorang penambang kecil dengan nada kecewa.

Kapolda Bangka Belitung Didesak Bertindak

Tekanan juga mengarah kepada Kapolres Bangka, yang hingga kini dinilai belum mengambil langkah nyata untuk menghentikan aktivitas tambang besar yang diduga ilegal tersebut. Masyarakat mempertanyakan keberanian aparat penegak hukum untuk menindak para pelanggar hukum, termasuk nama-nama besar yang terlibat.

“Kapolda Bangka Belitung harus menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat kecil. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Semua yang melanggar aturan, baik besar maupun kecil, harus diproses sesuai hukum,” tegas seorang tokoh masyarakat setempat.

Mengapa SPK Tidak Diterbitkan?

Dalam laporan yang diterima, salah satu alasan penambang besar masih dipertanyakan adalah tidak adanya Surat Perintah Kerja (SPK) yang sah. Namun, operasi mereka terus berjalan tanpa hambatan. Dugaan keterlibatan oknum-oknum tertentu dalam memfasilitasi kelangsungan aktivitas ini semakin kuat.

“Jika PT Timah tidak menerbitkan ( SPK ) mengapa aktivitas mereka tetap berjalan? Apakah ada pihak-pihak yang melindungi kepentingan besar ini? Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan,” ungkap seorang warga yang resah dengan situasi ini.

Masyarakat Menuntut Keadilan

Hingga berita ini diturunkan, PT Timah harus mengambil sikap tegas bagi haji kat, Yoyok, Bagas, Mang Pilew, Eed, dan  keterlibatan oknum berinisial ( AY ) memberikan pernyataan resmi terkait dugaan keterlibatan mereka. Masyarakat kecil berharap pemerintah dan aparat hukum segera mengambil langkah nyata untuk menghentikan segala bentuk ketidakadilan di sektor pertambangan ini.

Team

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan tulis komen anda!
Masukkan nama anda disini