MPP – Oknum-oknum BPRS ATTAQWA Tangerang saat ini tengah menghadapi penyelidikan oleh Satreskrim Unit Harda PolresTangerang Selatan. Pasalnya JH melaporkan BPRS Attaqwa atas dugaan Pemalsuan Akta Otentik sebagaimana dimaksud di pasal 263 dan atau 264 KUHP ke Polres Metro Tangsel dalam wilayah Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/2641/XI/2023/SPKT/POLRES METRO TANGERANG SELATAN atas dugaan melanggar hukum dengan cara mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang ternyata tidak bisa ditagihkan ke nasabah karena nasabah mengaku tidak pernah akad kredit dengan BPRS tersebut.
Atas laporan JH, Polres Tangerang Selatan telah menindaklanjuti dengan menerbitkan Sprint Penyelidikan Nomor : SP Lidik /43751/XI/RES. 1.9/2023/Reskrim dan dilanjutkan dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang ditujukan kepada JH ke -1 Nomor : B/4547/XI/RES. 1.9/2023/Reskrim tanggal 7 November 2023, kemudian dilanjutkan dengan penerbitan SP2HP kedua Nomor : B/2540/VII/RES. 1.9/2024/Reskrim tanggal 08 Juli 2024. Dalam SP2HP ke-2, Unit II Harda Satreskrim Polres Tangerang Selatan melayangkan undangan klarifikasi/interogasi kepada R, W dan J. Selanjutnya Unit II Harda Satreskrim Polres Tangerang telah menerbitkan SP2HP ke-3 Nomor : B/4547/XI/RES. 1.9/2023/Reskrim yang menyatakan telah melakukan serangkaian penyelidikan dengan menginterogasi SDS alias W, dan R. Kemudian SP2HP ke-3 menyatakan bahwa Unit II akan mengirimkan undangan klarifikasi kepada I selaku Dirut BPRS Attaqwa, DS selaku Manager Marketing BPRS Attaqwa, HNB selaku Spv. Support Bisnis BPRS Attaqwa, dan MF selaku account officer BPRS Attaqwa.
Perkara ini berawal dari penagihan BPRS At-Taqwa ke Kowargi atas hutang-hutang nasabah Bandung dan Garut.
Nasabah-nasabah tersebut diklaim merupakan anggota Kowargi yang hutang-hutangnya telah dijamin oleh Kowargi. Karena sebagai penjamin, maka gagal bayar anggota harus kowargi yang menanggung. Setelah semua nasabah dibayar oleh Kowargi, ternyata ada banyak nasabah-nasabah yang dicatatkan memiliki hutang namun tidak pernah akad dengan BPRS At-Taqwa. Akibat kejadian ini, JH dirugikan sebesar Rp. 461.000.000,-.
Direktur Bank BPRS Attaqwa, Achmad Boys Awaludin Rifai, SE.,ME ketika dihubungi oleh tim media melalui e-mail menyatakan bahwa perkara yang disampaikan oleh Sdr. JH sudah diselesaikan melalui Pengadilan Agama setempat dan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan dalam putusan tersebut JH sendiri dianggap pihak yang bersalah serta dihukum oleh pengadilan untuk membayar kewajiban karena wanprestasi.
Rudi Budi Gunawan,SH.,MH sebagai kuasa Hukum JH mengatakan kepada tim media, “Meskipun BPRS At-Taqwa telah menyatakan bahwa dugaan ini salah dan telah mengklaim memenangkan Arbiterase, namun pihak Rudi BG.SH.,MH sebagai kuasa hukum Kowargi berkeyakinan jejak digital di OJK tidak pernah salah. Yang salah adalah pencatatannya”. Selain dugaan 263,264 KUHP, Rudi BG juga berkeyakinan penyelidik akan mengenakan dugaan 378 atas titipan uang asuransi yang diduga tidak dibayarkan oleh BPRS Attaqwa, pasal 63 ayat 1 UU no 21 tahun 2008 atas kejahatan perbankan, UU PDP dan pasal 242 KUHP atas munculnya rekening Kowargi di persidangan yang diduga palsu, dan UU perlindungan Konsumen.
Lebih lanjut Rudi menjelaskan bahwa gugatan di PA Soreang bukan kalah melainkan N.O dimana Pengadilan Agama Soreang tidak berwenang terhadap pemeriksaan perkara A Quo karena merupakan kewenangan absolut Arbiterase sesuai dengan PKS antara Kowargi dan BPRS ATTAQWA. “Perkara ini berbeda dengan perkara yang dikabulkan sebagian oleh hakim arbitrase. Perkara ini murni pidana, untuk arbitrase adalah perdata dengan konteks hanya menguji keabsahan PKS antara Kowargi dan BPRS. Untuk tindak pidana perbankan timbul dari pelaksanaan PKS yang diduga melawan hukum. Penuh dengan trik dan intrik serta kebohongan yang terungkap dari dugaan data – data palsu”, ujar Rudi.
Fenomena hukum seperti ini sering terjadi dimana seolah dengan dikabulkannya gugatan perdata menjadikan secara absolut kejahatan perbankan tersebut sah dan tidak melanggar hukum. Peradilan perdata seringkali mengabaikan dugaan dokumen palsu contohnya yang terbukti pada kasus Budi Said yang telah menipu negara sebesar 1.1T yang seolah MENANG dan BENAR Di depan Hukum Perdata, namun ternyata memakai dokumen palsu dan telah dibongkar oleh Kejaksaan Agung.
Bila memang terbukti kasus pemalsuan data-data palsu atas laporan JH, maka Kepolisian dan OJK harus menindak tegas Tindak Pidana Kejahatan Perbankan dan harus diberantas untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
(Tim MPP Jabar)