Media Purna Polri, Kota Kupang – Terkait Pemberitaan salah satu media cetak di Kota Kupang beberapa waktu lalu dengan judul Istri Polisikan Anggota DPRD Kota mendapat respon balik dari terlapor.

Simon A. Dima, Anggota DPRD Kota Kupang yang menjadi terlapor di dampingi tim kuasa hukumnya, Semuel Haning, SH., MH, Abdul Wahab., SH dan Yupelita Dima., SH meberikan keterangan Pers kepada awak media di Resto Palapa, Oebobo, Kota Kupang, Selasa (27/11/2019).

Dalam keterangan pers tersebut Semuel Haning mengatakan bahwa tentang laporan terhadap kliennya Simon A. dima di Polda NTT dengan tuduhan penelantaran Istri dan Anak selama 22 tahun. 3 hari menjelang klien kami dilantik menjadi anggota DPRD Kota Kupang adalah kasus daluarsa hukum.

Menurut Sam Haning bahwa kasus ini terjadi 22 tahun yang lalu. Sesuai laporan SSM kepada Polisi terhitung dari tahun 1997 sampai saat ini. Dan sampai saat inipun Polda belum mengeluarkan penetapkan tersangka terhadap klien kami. Kenapa? karena penyidik itu bukan tidak Paham hukum.

“Bahwa kasus tersebut adalah kasus daluarsa hukum, maka dengan sendirinya kasusus tersebut akan gugur dengan Sendirinya. Mengingat pasal 78 KUHP angka 2 mengatakan bahwa kasus yang ancamannya 3 tahun ke bawa daluarsa setelah 6 tahun dan kasus yang ancaman hukuman 3 tahun ke atas daluarsa setelah 12 tahun,” kata Sam Haning.

Ia melanjutkan, Jadi hemat kami apa yang dilakukan oleh pelapor ibu SSM adalah kasus daluarsa, sehingga kami mengharapkan pihak Polda untuk segera mengeluarkan SP2HP atau Surat Penghentian Penyidikan Perkara SP3 dan kasus ini ditutup demi hukum karena daluarsa.

“Kalau ibu SSM mau tempuh jalur hukum maka silahkan ada jalur hukum yang lain, bisa lewat gugatan Perdata, tetapi kalau pelapor memilih proses melalui ranah pidana maka kasus ini tidak layak diproses secara pidana karena kasus sudah daluarsa secara hukum,” ungkap Haning.

Senada juga ditambahkan Abdulah Wahab., SH, selain daluarsa berdasarkan pasal 78 KUHP, tuntutan pelapor mengenai pelantaran istri dan anak mendasari pasal 49 undang undang KDRT. Karena amanat hukuman sebagaimana pasal 78 KUHP sebagaimana disampaikan Pak Sam tadi, maka kasus ini dianggap kasus daluarsa, sebab tempus delikti telah melewati 12 tahun ancaman hukuman dihitung pada saat klien kami dilaporkan oleh pelapor ibu SSM.

Sementara itu Simon A. dima dalam waktu yang sama, mengatakan hubungannya dengan mantan istrinya, SSM tidak harmonis mulai tahun 1995, kemudian tahun 1996 dia melaporkan saya di kantor sehingga saya di pecat.

Pada tahun 1997 saya tinggalkan dia.  Dalam perjalanan waktu saya menggugat ke pengadilan dan pengadilan memutuskan kami resmi bercerai, tetapi karena saya masih mengingat bahwa anak-anak masih kecil, Saya sampaikan kepada dia secara langsung bahwa hubungan kita sampai disini, saya anggap kamu sebagai saudara dan secara hukum kita bukan suami istri lagi.

Pada tahun 1998 saya menikah lagi. Karena istri kedua tidak ada anak maka anak – anak semua ikut saya. Saya besarkan, kuliahkan mereka sampai yang besar sekarang jadi Notaris di Surabaya. Anak nomor dua sementara kuliah tetapi kemudian dia menikah. Lalu bagaimana mungkin dia bilang saya terlantarkan anak – anak? Itulah yang tidak benar. Saya sekolahkan anak – anak sampai selesai sisah yang bungsu. Sewaktu selesai gugat cerai kami tidak pernah tinggal serumah lagi sampai hari ini selama 22 tahun.

“Dia dilaporkan ke polisi, 3 hari sebelum saya dilantik menjadi anggota DPRD dengan tuntutan harus menafkahi dia setiap bulan Rp.15.000.000, memberikan rumah 2 lantai, kendaraan dan harta harta saya harus menjadi miliknya, dan waktu dihadapan polisi saya tidak mau tandatangan, saya hanya tandatangan menjamin biaya sekolah anak saya yang masih kecil sampai selesai,” jelas Simon.

Simon melanjutkan, Selama kurun waktu kami cerai pengadilan, saya tidak pernah melarang atau keberatan dia berhubungan dengan siapapun, Karena dia melahirkan anak – anak saya maka saya masih memberikan nafkah kepadnya berupa biaya hidup, saya belikan tanah. Kemudian Anak yang besar dari umur 6 tahun saya sekolahkan dan sampai saat ini menjadi Notaris di Surabaya. Itu semua tanggungjawab saya.

Namun akhirnya saya sendiri Menjadi heran, sebab tiba tiba menjelang 3 hari saya dilantik menjadi anggota DPRD, saya dilaporkan ke Polisi, artinya semua pihak bisa menilai apa motif dibalik ini. Pertanyaannya kenapa perjalanan selama 22 tahun saya tidak dilaporkan ke Polisi kok baru sekarang. Pungkas Simon Dima. (Tim MPP NTT)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan tulis komen anda!
Masukkan nama anda disini